Ini adalah kisah pribadiku saat kami mencapai tataran
Meddan*bhs Jawa ( red Ind ; bertingkah seperti orang gila ). Empat bulan sebelum
guru ( Romo Sutikno ) palastro, kami dan sahabatku lek Mul (yang adalah adik
seperguruanku), berangkat ke kota Kediri untuk menjumpai Eyang Sumantri yang
merupakan siswa inti/siswa utomo dalam jajaran kaweruh Jendra Hayuningrat.
Singkat cerita, dengan berbagai cara kami melakukan
perjalanan spiritual berdua sembari ngalab berkah, akhirnya kami bertemu juga
dengan beliu. Setelah berbincang-bincang panjang lebar, akhirnya beliu ingin
membuktikan kemampuan kami berdua dalam mengolah bathin kami, sekaligus menjadi persyaratan untuk naik tataran dari tataran sastra menuju ngerogo sukmo.
Kami berdua melewati serangkaian uji keabsahan ilmu
kami, untuk menunjukan bahwa kaweruh yang kami tekuni benar-benar bersal dari
guru sejati, bukan berasal dari yang lain.
Kami berdua berhasil membuktikan pada Ki Sumantri,
bahwa kaweruh yang kami tekuni benar-benar berasal dari sang guru sejati.
Setelah puas dengan serangkaian mata uji, pada akhirnya Ki Sumantri
mempersilahkan kami berdua masuk ke dalam kamar meditasinya, kamar meditasi yang
sudah di disain secara khusus dan hanya di terangi lampu minyak, yang cahayanya
tidak lebih besar dari sebuah lilin.
Kami berdua melihat Ki Sumantri sedang mengambil
sebatang lilin berwarna merah dan meletakkannya di deman kita berdua tepat
sejauh jankauan lengan kami. Setelah lilin itu dinyalakan, kemudian lampu minyak
di kamar dimatikan, kami berdua diminta memandangi nyala api lilin tersebut
selama beberapa menit sambil berkonsentrasi.
Kemudian Ki Sumantri mengambil 3 batang dupa lidi atau
Joswa berwarna merah dan beraroma teratai. Sebelum dupa di bakar, kami melihat
Ki Sumantri memejamkan mata sambil membaca Mantra membakar dupa, di telinga
kami berdua mantra itu tidak asing, karena setiap Siswa Jendra yang sudah
wejangan wajib menghafalkan mantra pembakar dupa tersebut.
Begini rapal mantranya :
Wahyu Jendro Hayuningrat Hyang Agung Hyang Suksma lan
Guru Sejati.
Niyat ingsun ngobong dupo Gendoggo Kencono wadhahe
dupo, kathon gelap putih kukuse dupo, njeliring kuning urupe dupo, karenges
arenge dupo.
Dupo kulo kuthuk-kuthuk-aken dumateng.............(
isi nama orang yang akan bermeditasi)
Sumonggo kulo aturi dhahar. ( sambil menunjuk dupa
dengan ibu jari )
Setelah dupa di bakar oleh Ki Sumantri, aroma teratai
tercium jelas sekali muncul berasamaan kepulan asap dupa lidi tadi. Kami berdua
kaget saat Ki Sumantri menyarankan kepada kami untuk menutup kedua mata kami,
jujur saat itu kami melamun saat Ki Sumantri melakukan persiapan-persiapan
spiritualnya.
Kami mencoba memandang lagi lilin yang ada di depan
kami, dengan posisi bersila sebagimana sikap meditasi ( patrap ) yang diajarkan
kepada kami. Selang beberapa waktu, Ki Sumantri kembali menyarankan kepada kami
untuk segera menutup kedua mata kami, ini beliu lakukan karena beliu melihat
kami masi terus memandangi lilin dengan mata terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar