Rabu, 10 Juli 2013

MARI MENCIUM TANGAN ULAMA KITA



Pertanyaan:
Penulis Meditasi Jendra Hayuningrat yang terhormat,
Assalamualaikum wr. wb.
Pinisepuh pengasuh yang saya hormati,  disini saya ingin bertanya kepada Pinisepuh mengenai tata cara bersalaman yang dianjurkan Islam dan di tinjau menurut ajaran Kaweruh Jendra Hayuningrat. Perlu saya sampaikan kepada Pinisepuh, berbagi pengalaman, saya sewaktu di Mekkah pada musim haji 2009, di mana pada waktu itu kami serombongan dengan jamaah haji Jawa Timur kebetulan shalat subuh berjamaah di masjid yang tidak jauh dari tempat tinggal kami.

Kebetulan, karena hari terakhir mau kembali ke Indonesia, kami semuanya bersalaman dengan imam yang sering shalat bersama. Terus ketika salah satu dari jamaah yang berasal dari Jawa Timur, waktu bersalaman sambil mencium tangan imam tersebut, lantas dengan seketika imam tersebut menarik tangannya dengan cepat, serta memperingatkan jamaah tersebut untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi.

Lantas saya berpikir, berarti hal tersebut dilarang dalam agama kita, karena terkesan mengkultuskan atau membesarkan derajat orang lain, sementara kita sesama manusia di mata Allah adalah sama. Mungkin hal ini berbeda dengan kita mencium tangan orang tua kandung, karena mereka adalah orang telah berjasa dari mulai melahirkan sampai membesarkan kita.

Namun selang beberapa waktu sepulang saya dari Haji. Saya mendapat undangan pertemuan LINTAS AGAMA dan pada waktu kita sama-sama datang di pertemuan Lintas Agama tersebut, saya melihat pinisepuh waktu berjabat tangan dengan Kyai sepuh Gus Saif ( pengasuh ponpes “ ASHRI” Talangsari Jember), pinisepuh saya lihat dalam posisi membungkuk dan mencium tangan KH Gus Saif, namun Gus Saif tidak mencabut tangannya, justru Gus Saiff menarik badan pinisepuh untuk di peluknya.

Di sini saya mohon penjelasan pada Pinisepuh atau sipapun yang dapat menjelaskan secara hukum syariat Islam, agar kita dan generasi selanjutnya mengerti tata cara salam yang benar, baik dengan orang lebih tua ataupun dengan sesama kita. Terima kasih atas penjelasannya. Atas jawabannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
Salam dari : Anggauta KAUKUS LINTAS AGAMA


Jawaban:
Waalaikumus salam wr. wb.
Saudara adalah salah seorang Anggauta KAUKUS LINTAS AGAMA di Jember, sudah barang tentu saudara sangat mengenal saya, bahkan tak heran kalau saudara mengetahui alamat Email dan blog saya. Oleh karena itu, saya akan coba jelaskan semampu saya, kemudian jika ada yang menganggap kurang atau bahkan salah atau mungkin ada yang akan menambahkan silakan di kirim lewat kotak komentar yang ada di blog ini. 

Masalah jabat-tangan adalah biasa, yaitu dengan cara masing-masing memegang tangan kawannya, sebagaimana yang biasa kita lakukan. Dalam masalah ini, menurut hemat saya selaku pengasuh tidak ada masalah, apalagi kalau itu dilakukan oleh lelaki sesama lelaki dan perempuan sesama perempuan. Dalam bahasa Arab ini namanya mushaafahah.

Memang ini bukan yang anda tanyakan. Yang anda tanyakan adalah hukum mencium atau mengecup tangan. Dalam batas-batas tertentu dan dengan niat takzim, menurut yang saya  ketahui tidak ada halangan, karena Nabi saw dalam sebuah riwayat pernah mencium tangan seorang petani sepuh walaupun ditangannya ada luka karena beratnya kerja. Dalam hadis sahih riwayat Al-Baihaqy, Ibnu Asakir dan Ibnu Mubarak disebutkan Al-Farar pernah mengecup tangan Nabi saw juga An-Nazaar dalam waktu yang berbeda, dan juga Abu Ubaidah bin Al-Jarrah pernah mencium tangan Umar bin Khattab, walau beliu tokoh-tokoh pembawa agama Islam, tetapi tidak ada penjelasan mencabut tangannya saat di cium oleh orang yang menghormatinya.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan jaman, munculah fatwa-fatwa baru dengan maksud untuk meluruskan iman masyarakat dan menghidari bid’ah. Namun seperti yang anda sebutkan itu sudah benar ( Menurut adat istiadat Jawa ), tidak ada halangan mencium tangan orang yang paling kita muliakan, seperti ibu-bapak, kakak atau mbakyu kita, guru/teungku kita, dan sebagainya.

Seperti di tempat kita ( Indonesia khususnya Jawa ) dan juga di Mesir menurut teman saya yang tinggal di sana, mencium tangan orang yang kita muliakan tidak ada masalah. Memang ada juga pendapat yang tidak menganjurkan untuk melakukan perbuatan itu, seperti yang anda lihat di Arab Saudi dan di tempat-tempat lain yang berpegang dengan mazhab Hanbali.

Demikian pemahaman yang diajarkan oleh Guru Bathin saya, apabila kurang faham, hendanya mencari pemahaman pada orang yang benar-benar sudah faham, agar seorang yang idak faham, jangan sampai mendapat pemahaman yang salah supaya tidak terjadi kesalah fahaman. 

    Salam kejawen  __()__  Salam Rahayu!