Sabtu, 16 Mei 2015

Tujuh bilik dalam Puri Bathin



Dhawuh : Eyang Wongsodjono

Tahap satu: Pemurnian bagi para siswa atau simpatisan pemula

Puri Pertama :
Ciri-ciri hidupnya: Calon siswa / simpatisan menjalankan hidup secara umum dalam kondisi terima rahmat dari Sang Guru Bathin, namun sudah memiliki dorongan spiritual walau hanya bermeditasi dilakukan sesekali (jika ingat) dan tujuan hidupnya masih didominasi oleh tujuan- tujuan duniawi.

Puri kedua:
Ciri-ciri hidupnya: Telah terjadi pergumulan antara Jiwa melawan keduniawiannya, teori agama sudah tidak bisa memberikan solusi dan akhirnya mengadakan meditasi walau dengan alasan merenungkan Sabda (firman) Tuhan atau datang berziaroh ke tempat-tempat yang dikramatkan oleh banyak orang seperti makam-makam wali atau tempat kramat lainya.

Puri ketiga:
Ciri-ciri hidupnya: Sudah mulai menjalankan hidup teratur, dengan melaksanakan kebajikan-kebajikan, juga tampak secara teratur ber-meditasi dan melakukan praktek-praktek kesalehan spiritual yang lainnya (berpuasa –senin/kemis, mutih, hari empat puluh, jamasan di simpangan sungai, ngebleng/ pati geni dll).

Tahap dua : Piwulang (melakukan pitutur) bagi siswa Jendra yang telah berpengalaman (‘proficien’ / menuntun siswa dengan ‘Dhawuh‘).
 
Puri ke-empat : 
"prayer of quiet" (meditasi hening) : Yang didahului dengan menghadiri acara kembul bujana, yang di-adakan secara rutin setiap 36 hari sekali oleh puri-puri binaan ataupun puri sepuh, yang ditandai dengan kesadaran penuh akan kehadiran Tuhan di dalam jiwa-nya. Meditasi hening ini adalah menjadi semacam pe-nyala-an kehendak, sesuai dengan kehendak Tuhan, yang ditandai dengan pertumbuhan dalam semua kebajikan, takut akan Allah, kerendahan hati, percaya penuh akan Kuasa Tuhan dan kemerdekaan rohani karena pertobatan.

Tahap tiga : Persatuan (Nyawiji dengan Kehendak Tuhan)

Puri kelima: 
"Prayer of quiet" (meditasi hening) : Persatuan (penyawijian) sederhana. Ciri-ciri hidupnya : tidak ada distraksi / pelanturan, kepastian akan persatuan (penyawijian) yang erat dengan Tuhan, kehendak yang kuat dan kerendahan hati yang sangat mendalam. Tekun dalam menghadiri pertemuan-pertemuan rutin maupun esidentil ketika mendapat undangan sekalipun undanganya via lesan (tidak tertulis kertas undangan maupun sms).

Puri ke-enam : 
"Ecstatic" (conforming union) : Persatuan (penyawijian) yang senantiasa ber-usaha menyesuaikan diri dengan setiap kehendak sang Hyang Suksma. 
Ciri-ciri hidupnya : Tetap tenang kendatipun mengalami luka-luka kasih, hidupnya senantiasa dalam pergolakan, percobaan / ujian hidup yang terlihat dari luar ataupun di dalam hati, memiliki kehendak spiritual yang kuat (mempeng), melakukan praktek konseling atau ‘spiritual service’. 

Puri ke-tujuh: 
"Mysical Marriage" Perkawinan Mistik atau transforming union : persatuan (penyawijian) yang mengubah diri dari simpatisan menjadi nyiswa Jendra. Ciri-ciri hidupnya: Memiliki kehendak yang kuat untuk melayani Tuhan (Ngawula) / "spiritual service"; melupakan kehendak diri sendiri, hanya memusatkan diri pada Tuhan dan segala kehendak-Nya (sebagai Punggawa).


                                              Salam _/|\_ Rahayu