Budaya Kebatinan
Rahayu....!
Di
dalam serat Wulang Reh, karya kasusastran Jawa (dalam bentuk syair) yang
ditulis oleh Sunan Paku Buono IV, terdapat juga ajaran untuk hidup secara
asketik, dengan mana usaha menuju kasampurnaning
urip (kesempurnaan hidup) dan mendekat Yang
Maha Widi (Allah Yang Maha Kuasa) bisa dicapai.
Dalam tembang Kinanthi ajaran itu
bertutur:
“Pada gulangen ing kalbu ing sasmita amrih lantip aja pijer
mangan nendra kaprawiran den kaesti pesunen sarira nira sudanen dhahar lan
guling”
(Intinya, orang harus melatih
kepekaan hati agar tajam menangkap gejala dan tanda-tanda. Orang pun tak boleh
mengumbar nafsu makan serta tidur).
Mistik
Kebatinan
Menurut
pandangan ilmu mistik kebatinan orang Jawa, kehidupan manusia merupakan bagian
dari alam semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan bagian yang sangat
kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi, dimana manusia itu seakan-akan
hanya berhenti sebentar untuk minum.
Sikap,
gaya hidup, dan banyak aktivitas sebagai latihan upacara yang harus diterima
dan dilakukan oleh seorang, yang ingin menganut mistik dibawah pimpinan guru
dan panuntun agama itu, pada dasarnya sama pada berbagai gerakan kebatinan jawa
yang ada. Hal yang mutlak perlu adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari
dunia kebendaan, yaitu memiliki sifat rila
(rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau perasaan untuk memiliki,
serta keinginan untuk memiliki. Melalui sikap rohaniah ini orang dapat
membebaskan diri dari berbagai kekuatan serta pengaruh dunia kebendaan di
sekitarnya. Sikap menyerah serta mutlak ini tidak boleh dianggap sebagai tanda
sifat lemahnya seseorang; sebaliknya ia menandakan bahwa orang seperti itu
memiliki kekuatan batin dan keteguhan iman.
Kemampuan
untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi juga
melibatkan sikap narima yaitu sikap
menerima nasib, dan sikap bersabar, yang berarti sikap menerima nasib dengan
rela. Kemampuan untuk memiliki sikap-sikap semacam itu dapat diperoleh dengan
hidup sederhana dalam arti yang sesungguhnya, hidup bersih, tetapi juga dengan
jalan melakukan berbagai kegiatan upacara kegiatan upacara yang meningkatkan
kemampuan berkonsentrasi dengan jalan mengendalikan diri, dan melakukan
berbagai latihan samadi. Melalui latihan bersemedi di harapkan agar orang dapat
membebaskan dirinya dari keadaan sekitarnya, yaitu menghentikan segala fungsi
tubuh dan keinginan serta nafsu jasmaninya.
Hal
ini dapat memberikan keheningan pikiran dan membuatnya mengerti dan menghayati
hakekat hidup serta keselarasan antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah.
Apabila orang sudah bebas dari beban kehidupan duniawi (pamudharan), maka orang itu setelah melalui beberapa tahap
berikutnya, pada suatu saat akan dapat bersatu dengan Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, atau manunggaling kawula-Gusti) / Pendekatan
kepada Illahi.
Namun
dengan tercapainya pamudharan, yang
memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari kehidupan dunia kebendaan, orang itu
juga tidak terbebas dari kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan yang konkret,
bahkan, orang yang sudah mencapai pamudharan,
wajib amemayu ayuning bawana, atau
berupaya memperindah dunia, yaitu berusaha memelihara dan memperindah dengan
jalan melakukan hal-hal yang baik, dan hidup dengan penuh tanggung jawab. Rahayu......!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar