Pesan Gus
Dur:
"Saatnya Santri danAbangan Bersatu"
Salah
satu pesan Gus Dur kepada generasi muda adalah menyatukan seluruh
komponen bangsa yang terpecah dalam berbagai kelompok sosial untuk memajukan
Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat.
Dalam satu kesempatan, santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat mendapat pesan agar berjuang untuk menyatukan golongan santri dan
abangan, yang selama ini secara psikologis terpisah, sebagai fihak yang
rajin mengamalkan ajaran Islam dan golongan yang lebih dekat dengan ajaran
kebatinan dan cenderung sekuler.
Pesan ini bermula ketika ia mengantarkan tamu, seorang
seniman asal Kudus, untuk bertemu Gus Dur. Dia mau mencari dukungan dalam membangunan
Taman Budaya Kudus.
Si Seniman juga menuturkan bahwa yang menjadi ikon
dari Taman Budaya tersebut bukan lah Sunan Kudus, tetapi RM Panji
Sosrokartono, kakak pertama dari RA Kartini, yang juga merupakan tokoh
spiritual Jawa ( Jendro ).
Gus Dur sangat mengapresiasi usulan itu, ia merasa
tidak asing dengan Sosrokartono yang memiliki banyak kelebihan spiritual dan
mampu menyatukan antara ilmu kebatinan dan ajaran spiritual dengan ilmu modern. “Sudah waktunya santri dan abangan bersatu, dan ini
tugas kalian yang muda-muda,” pesan Gus Dur, yang masih terus diingatnya sampai
sekarang.
Tak banyak orang yang mengenal RM Panji Sosrokartono,
meskipun bagi Gus Dur, figur ini sudah cukup akrab. Ia merupakan intelektual
yang disegani di Eropa di tahun 1900-an. Ia kerap dipanggil dengan sebutan De
Javanese Prins Pangeran dari Tanah Jawa atau si jenius dari Timur.
RM Sosrokartono merupakan seorang poliglot,
atau ahli dalam banyak bahasa. Ia menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa
suku di Nusantara. Kemampuan berbahasanya ini ditunjang oleh pendidikannya di
jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur di Leiden. Ia merupakan mahasiswa pertama
asal Nusantara.
Saat Perang Dunia I, ia menjadi wartawan dari the
New York Herald Tribune, dengan gaji 1.250 Dollar, bisa dikatakan cukup
mewah untuk ukuran saat itu.
Setelah berkelana di Eropa selama 29 tahun, ia pulang
ke Jawa, ikut dalam gerakan Kebangkitan Nasional bersama Ir. Soekarno,
bahkan dianggap sebagai salah satu guru Spiritual sang Proklamator ini.
Rasa nasionalismenya dapat dilacak dalam pidato
berjudul Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di Indonesia), pada
sebuah konferensi di Nederland, RM Sosrokartono antara lain mengungkapkan :
“Dengan tegas saya menyatakan diri saya sebagai musuh
dari siapa pun yang akan membikin kita (Hindia Belanda) menjadi bangsa Eropa
atau setengah Eropa dan akan menginjak- injak tradisi serta adat kebiasaan kita
yang luhur lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya
tantang!”.
Setelah kembali ke Jawa, ia banyak menjalani meditasi dan tirakat,
mbendu raga (berpuasa) dan tidak tidur selama berhari-hari (nglowong/ngelowo), biasanya sampai 40 hari lebih. Dengan
kemampuan spiritualnya, ia membuka rumah motivasi, konsultasi spiritual serta pengobatan alternatif di Bandung, hanya dengan
air putih, dan sastra-mantra bertuliskan alif, banyak orang disembuhkan dari penyakit
yang tak dapat disembuhkan oleh para dokter luar negeri sekalipun.
Pada hari Jum’at Pahing, 8 Februari 1952 di rumah Jl
Pungkur No 19 Bandung, Guru Jendro RM Sosro kartono kembali ke Sang Hyang Pencipta dengan tenang,
tentram tanpa meninggalkan istri dan anak (selibat). Ia dimakamkan di Sedo Mukti, Desa
Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah. Di sebelah kiri makamnya terdapat makam ibunya
Nyai Ngasirah dan bapaknya RMA Sosroningrat.
Salah satu prinsip yang dipegang teguh, dan dipahat di
nisannya adalah "sugih tanpa banda / digdaya tanpa aji /nglurug tanpa bala
/menang tanpa ngasorake” (kaya tanpa harta/ sakti tanpa azimat/ menyerbu
tanpa pasukan/ menang tanpa merendahkan yang dikalahkan)
Di nisan sebelah kanan tercantum kalimat Trimah
mawi pasrah (rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), suwung
pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng
tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng
manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa).
Mengharap kesediaan keluarga Puri Asih, suatu saat nanti bisa berziarah dan napak tilas di kramatan salah satu guru lantaran Kaweruh Jendra Hayuningrat ini di Kramatan Sedo Mukti, Desa
Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah.
Salam _()_ Rahayu!